TIDAK HANYA SEORANG DARAH TINGGI. PEMILIK PERUT BUNCIT CEPAT PIKUN.

“ Penelitian ini juga menyempulkan, penanganan yang baik terhadap gangguan – gangguan yang berhubungan dengan sindrom metabolik yang meliputi hiperkolesterolemia ( kolesterol tingggi ) dan hipertensi, bisa menunda pikun.”

Serangan jantung bukan satu – satunya ancaman bagi pemilik perut buncit dan tekan darah tinggi. Bagi yang lolos dari ancaman  paling mematikan tersebut, masih ada resiko lain yakni kemunduran fungsi kognitive atau pikun lebih cepat. Tekanan darah tinggi atau hipertensi serta perut buncit atau obesitas sentral merupakan beberapa gejala yang ditemukan pada penderita sindrom metabolik.

Gejala lainnya adalah kadar gula dan kolesterol jahat yang lebih tinggi dari normal. Sindrom metabolik sejak lama dihubungkan dengan resiko berbagai penyakit mematikan diantaranya adalah diabetes, serangan jantung dan stroke.  Bagi pria resiko lain yang tersembunyi di balik sindrom metabolik adalah impotensi atau lemah syahwat. Baru – baru ini sebuah penelitian di university Victor Segalen Bordeaux 2 di Prancis, menambah panjang daftar resiko kesehatan dibalik sindrom metabolik. Resiko terbaru yang terungkap adalah pikun atau kemunduran fungsi kognitive yang lebih cepat dibandingkan umur rata – rata.

Penelitian yang melibatkan lebih dari 7000 orang tersebut mengungkap,16 persen pria dan wanita di Prancis yang berusia 65 tahun ke atas mengidap sindrom metabolik. A rtinya selain memiliki perut buncit, banyak diantara responden punya resiko tekanan darah tinggi, kondisi ini ternyata berpengaruh pada hasil tes kognitive atau kemampuan mengingat yang diberikan oleh para peneliti. Pada partisipan yang memiliki sindrom metabolik, skornya teramati  sekitar 13 persen lebih rendah dibanding rata – rata skor pada kelompok partisipan yang sehat.

Penelitian ini juga menyimpulkan, penanganan yang baik terhadap gangguan – gangguan yang berhubungan dengan sindrom metabolik yang meliputi  heperkolesterolemia dan hipertensi bisa menundah pikun, ungkap salah satu peneliti, Christelle Raffaitin seperti dikutip dari USA Today . Para peneliti berharap, dalam riset berikutnya akan terungkap dengan lebih spesifik faktor apa yang sebenarnya menyebabkan pengidap sindrom metabolik menjadi lebih cepat pikun. Jika berhasil, para penelit berniat mengembangkan obat untuk sindrom metabolik yang sekaligus bisa mencegah atau menundah pikun, Hasil penelitian ini telah dipublikasikan baru – baru ini dalam jurnal online Neurology.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

7.Dalam suatu kamar asrama, akan berakibat apakah satu ruangan yg ditambah perabotan secara terus-menerus ?

Akan mengalami ketidaknyaman dan ruangan kamar semakin sempit. Aktivitaspun akan terganggu.Dan terjadi kesesakkan karena ruangan akan menjadi sempit dan kurangnya sirkulasi udara dan cahaya yang terlihat dari luar dan udara yang masuk kurang banyak.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

6.Apa pengaruh estetika pada individu dalam seting kota ?

Pengaruh adalah bila estetika dalam setting kota sangat bagus akan berpengaruh besar evaluasi individu terhadap lingkunagan, mempengaruhi pemilihan tempat tinggal individu dan akan memberikan stimulasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari

Posted in Uncategorized | Leave a comment

5.untuk meneliti perbedaan perilaku yg terjadi pada ruang kelas yg memiliki kapasitas 30 orang dan 100 orang, maka metode apakah yg dapat dipakai?

Metode yang di pakai adalah study corelation

Posted in Uncategorized | Leave a comment

3.Perbedaan dalam hal apakah dibedakannya ambient condition dan Architectural Features?

Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan:
a. Ambient Condition
Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu dan mempengaruhi perilaku yaitu : kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
– Kebisingan, temperatur dan kualitas udara
Ancok (1989) keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Kebisingan menurut Rahardjani (1987) juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
– Kebisingan
Menurut Sarwono (1992) terdapat tiga faktor yang menyebabkan suara secara psikologis yang dianggap bising, yaitu : volume, perkiraan dan pengendalian.
Menurut Holahan (1982) hasil penelitian laboratorium menunjukan bahwa kebisingan secara psikologis dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stres.
– Suhu dan polusi udara
Menurut Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara dapat menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : warna dinding dala dan luar rumah, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni. Aliran udara menurut Mom dan Wielsebrom (dalam Siswanto, 1986) sangat penting karena secara fisiologis aliran udara berfungsi sebagai pasokan oksigen untuk pernapasan, mengalirkan uap air yang berlebih dan asap, mengurangi konsentrasi gas dan bau, mendinginkan suhu dan membantu penguapan keringat manusia.
– Pencahayaan dan warna
Menurut Fisher, dkk (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Ruang yang gelap tentu saja lebih kondusif untuk menjalin keintiman daripada ruangan yang diberi pencahayaan terang. Corwin Bennet (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa penerangan yang lebih kuat ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti.
Warna dapat mempengaruhi kita secara langsung maupun ketika menjadi bagian dari suatu seting. Warna juga dapat menentukan seberapa baik pencahayaan suatu ruangan tampak oleh kita.

b. Architectural Features
Yang tercakup didalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya didalam suatu ruangan, yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainya.
Arsitektur dan desain adalah bentuk seni. Kualitas estetis dari lingkungan yang dibentuk dapat sangat mempengaruhi seperti halnya keindahan alamiah. Lingkungan yang menarik juga dapat membuat orang merasa lebih baik.
Pengaturan perabotan dalam ruangan dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruang tersebut. Dapat pula digunakan untuk membantu mengatur perencanaan tata ruang arsitektur suatu seting.

jadi Ambient Condition yaitu Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti suara, cahaya, warna, kualitas udara, tempratur, dan kelembapan. Sedangkan Architectural features Yang tercakup di dalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabotan dan dekorasi.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

2.mengapa psikologi lingkungan memerlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu?

Tokoh dari Proshansky (1974) ia melihat dan mengatakan bahwa psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, tempat serta perilaku dan pengalaman-pengalaman manusia dalam hubungannya dengan seting fisik. Lingkungan fisik tidak berarti rangsang-rangsang fisik (seperti cahaya, sound, suhu, bentuk, warna dan kepadatan) terhadap objek-objek fisik tertentu, tetapi lebih dari itu merupakan kompleksitas yang terdiri dari beberapa seting fisik dimana seseorang tinggal, berinteraksi dan beraktivitas. Sehubungan dengan lingkungan fisik, pusat perhatian psikologi lingkungan adalah lingkungan binaan (built environtment).

1. Ruang ligkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas : rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan, ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, ketetanggaan, rumah sakit dan ruang-ruangnya, perumahan, apartemen, museum, sekolah, mobil, pesawat, teater, ruang tidur, kursi, seting kota, tempat rekreasi, hutan alami, serta seting-seting lain pada lingkup yang bervariasi ( Proshansky, 1974)
Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970-an merupakan cabang ilmu yang amat dekat dengan psikologi lingkungan. Perbedaannya terletak pada unit analisisnya. Jikalau psikologi lingkungan unit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu, maka sosiologi lingkungan unit analisisnya adalah unit-unit dalam masyarakat seperti penduduk kota, pemerintah, pengunjung taman rekreasi dan sebagainya. Jenis-jenis lingkungan didalam psikologi lingkungan yang beberapa diantaranya juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono, 1992) :
* Lingkungan alamiah (natural environment) seperti : lautan, hutan dan sebagainya.
* Lingkungan buatan/binaan (built environment) seperti : jalan raya dan perumahan.
* Lingkungan sosial
* Lingkungan yang dimodifikasi
Dua jenis lingkungan yang pertama adalah yang juga lazim digunakan dalam psikologi lingkungan.
Sementara itu, Veitch dan Arkklein (1995) menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan selain membahas seting-seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan disiplin ilmu yang beragam dari berbagai aspek.
Karena psikologi lingkungan memiliki kaitan dengan ilmu – ilmu lain, sepeti yang di jelaskan oleh Kurt Lewin.
ia mengatakan bahwa : “selama manusia berinteraksi dengan lingkungan, ada kekuatan-kekuatan yang terjadi. Komponen-komponen tersebut menggerakkan kekuatan-kekuatan dalam bentuk daya tarik/tolak serta daya mendekat/menjauh. Interaksi ini terjadi pada lapangan psikologi individu sehingga nantinya mencerminkan tingkah laku individu tersebut.

 

 

// <![CDATA[
if (!window.google || !google.friendconnect) {
document.write('’ +
”);
}
// ]]> // // // //

//

Posted in Uncategorized | Leave a comment

1.Apa yg dimaksud dengan transactional interdependency antara manusia dengan lingkungannya?

Menurut tokoh yang mengemukakan transactional interdependency mery dan Tryst (dalam Soesilo, 1989) melihat bahwa hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadi ketergantungan satu sama lain. Hal ini hampir sama dengan pendapat Guilford, yaitu manusia mempengaruhi lingkungannya. Untuk selanjutnya lingkungan akan mempengaruhi manusia, demikian pula terjadi sebaliknya. Veitch dan Arkkelin (1995) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan, yang memfokuskan interrelasi anatar perilaku dan pengalaman manusia sabagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.

Jadi kita dapat disimpulkan bahwa psikologi ligkungan adalah ilmu yang mempelajari transaksi antara individu dengan lingkungan. Misalnya bagaimana pengaruh desain fisik (ruang atau bangunan) terhadap aspek-aspek psikologis, seperti persepsi, kognisi, relasi sosial, perilaku abnormal, dan lainnya yang dapat kita tau dari berbagai sumber lainnya.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

STORMING KONFLIK DALAM KELOMPOK

Perbedaan antar anggota di dalam budaya individualis menjadi lebih di permasalahkan dibandingkan pada budaya kolektif (Hofstede dan Hofstede, 2005). Budaya kolektif akan lebih mengutamakan keharmonisan. Perbedaan tersebut digambarkan sebagai persepsi anggota kelompok terhadap perbedaan tingkat pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok lain. Konflik terjadi jika terdapat pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda bahkan berlawanan dengan pihak lain (Kreitner dan Kinicki, 2006). Konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok kerja dapat mengancam kelangsungan organisasi. Dalam mengatasi konflik kelompok, kesamaan pemikiran dan pandangan antar anggota sangat diperlukan. Kohesivitas dalam kelompok akan memunculkan perasaan kesatuan/keterpaduan antar anggota kelompok sehingga akan menyatukan mereka. Semakin kohesif maka akan memelihara groupthink karena disamping pendapat-pendapat yang kritis, keinginan untuk maju didukung oleh semua anggota kelompok (Kreitner dan Kinicki, 2006).

Menurut Kreitner dan Kinicki (2006) terdapat lima cara dalam menghadapi konflik yaitu:

1. Integrating ( Problem Solving) : individu sangat peduli terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Pada cara ini, terdapat ketertarikan untuk mengkonfrontasi permasalahan dan berusaha kooperatif dalam mengidentifikasi permasalahan.

2. Obliging ( Smoothing) : Orang yang bergaya obliging mengabaikan hak-haknya sendiri demi orang lain, dapat disebut juga smoothing dimana perbedaan dihindari dan lebih mengutamakan persamaan. Tipe ini biasanya sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang lebih simpel, karena untuk masalah yang kompleks berpotensi menimbulkan masalah dikemudian hari.

3. Dominating (Forces) : Kepedulian terhadap diri tinggi dan mengabaikan hak-hak yang lain, prinsipnya win-loose. Tipe ini sesuai untuk menerapkan keputusan-keputusan yang tidak populis atau didesak oleh waktu.

4. Avoiding : Biasanya berupa tindakan pasif ataupun menghindari masalah. Sesuai jika keputusan yang diambil berkaitan dengan konflik tidak sepadan hasilnya. Terutama jika mempertimbangkan masalah waktu dan menghadapi situasi ambigu. Kelemahan model ini tidak mampu menyelesaikan masalah.

5. Compromising : Merupakan pendekatan yang moderate untuk semua pihak. Model ini cocok jika semua fihak menghandaki kekuatan yang sama/setara atau jika pihak lawan mempunyai tujuan yang berlawanan.

Pada tahap ini, pembangunan peran diantara masing-masing peserta mulai terbentuk. Storming merupakan fase yang sangat penting dalam dinamika kelompok, karena pada tahap ini akan terjadi tarik menarik, uji coba, bahkan konflik. Benturan antarpribadi sangat mungkin terjadi pada tahap ini – bahkan benturan antara peserta dengan pemimpin kelompok. Seorang fasilitator diharapkan dapat memberikan dukungan kepada seluruh kelompok. Dengan mengembangkan dan menggunakan teknik-teknik fasilitasi, fasilitator juga perlu senantiasa mengingatkan peserta akan tujuan dan norma-norma kelompok. Usahakan agar fasilitator dapat menjaga terjadinya keterbukaan dan mendorong setiap peserta untuk mengatasi konflik yang terjadi.

Sumber :
http:www.wikipedia.com

Tahapan Pembentukan Kelompok

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Forming : Menjadi Sebuah Kelompok

Forming adalah tahap orang berkumpul dan membentuk sebuah kelompok. Pada suatu kegiatan, tidak sedikit peserta yang mengikutinya karena penugasan. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan perasaan was-was maupun keraguan di hati peserta tersebut. Beberapa pertanyaan yang mungkin muncul adalah “Apakah saya dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik?” atau “Apakah saya dapat berbaur dengan peserta yang lain?”. Seorang fasilitator diharapkan dapat memastikan bahwa setiap peserta yang terlibat dalam kegiatan tersebut merasa nyaman dengan lingkungan barunya tersebut. Berikan perhatian secara khusus kepada peserta. Berikan waktu kepada para peserta untuk saling mengenal satu sama lain. Pada kesempatan ini, fasilitator dapat pula menggunakan permainan yang memecah kekakuan (ice breaker).

Sumber : http://oktavya.wordpress.com/2010/10/20/tahapan-pembentukan-kelompok/

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Forming : Menjadi Sebuah Kelompok

1. Pandangan Psikoanalisis
Freud : orang bergabung dalam kelompok karena keanggotaan dapat
memuaskan kebutuhan dasar biologis dan psikologis tertentu.
Ada 2 proses pembentukan kelompok, yaitu:
1. Identifikasi
energi emosi individu (libido) diarahkan ke dirinya dan orang lain. Individu menjadikan orang lain (orang tua) sebagai model egonya → EGO IDEAL. Penerimaan orang tua sebagai objek kasih sayang anak akan membentuk ikatan yang kuat → kepuasan melalui sense of belonging, kesalingtergantungan, perlindungan terhadap ancaman luar dan meningkatkan self development.
2. Transferen
bagaimana pembentukan kelompok pada masa awal kehidupan individu mempengaruhi perilaku kelompok selanjutnya. Individu melihat pemimpin kelompok sebagai figur otoritas sebagaimana individu menganggap orang tuanya.

2. Pandangan Sosiobiologi
Menurut pandangan ini, orang bergabung dengan kelompok untuk memuaskan keinginan yang kuat untuk berafiliasi secara biologis.
Didasarkan teori evolusi dari Charles Darwin : bergabung dengan anggota lain dari satu spesies merupakan ekspresi strategi yang stabil secara evolusioner dan kultural dari individu yang dapat meningkatkan rerata kesuksesan reproduksi.

Sumber :

Click to access Handout+Psikologi+Kelompok.pdf.pdf

Posted in Uncategorized | Leave a comment